Sabtu, 21 April 2012

Seminar (Part 2)

Persiapan Seminar




Suatu seminar yang efektif perlu direncanakan sebaik-baiknya. Sebagai pedoman, dapat diikuti mekanisme sebagai berikut:

1. Penentuan topik dan tujuan

Sebelum seminar diselenggarakan, perlu ditentukan terlebih dahulu topik atau masalah yang akan diseminarkan. Dalam penentuan topik atau tema tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  • Topik hendaknya menarik perhatian peserta (masyarakat);
  • Topik dapat merangsang masyarakat untuk ingin mengetahui sesuatu.
2. Penentuan waktu dan tempat.

Waktu seminar sebaiknya dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa sejarah dan naisonal, umpamanya: Bulan Bahasa, Hari Ibu, Hari Pendidikan Nasional. Jika seminar itu berskala kecil, penentuan waktu perlu diperhatikan, sehingga dapat dihadiri oleh para peserta. Mengenai penentuan tempat hendaknya diperhatikan masalah transportasi, kapasitas, biaya, dan akomodasi.

3. Persiapan Fasilitas.

Segala kebutuhan atau fasilitas bagi kelancaran seminar hendaknya dipersiapkan sebaik-baiknya, seperti:

  • Tempat duduk yang memadai;
  • Cahaya yang cukup terang dan sirkulasi udara yang menyegarkan dalam ruangan;
  • Alat-alat peraga (visual dan audio visual) yang diperlukan;
  • Publikasi.

Senin, 16 April 2012

Seminar (Part 1)


Pengertian Seminar

Seminar adalah suatu pertemuan sekelompok para ahli yang membahas suatu topik dengan menampilkan beberapa makalah di bawah pimpinan seoran gmoderator. Penyajian makalah tersebut diiringi dengan tanya jawab, pembahasan, dan dicarikan perumusannya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

seminar ialah pertemuan atau persidangan untuk membahas usatu masalah di bawah pimpinan ketua sidang (guru besar, para ahli, dan sebagainya).
Seminar merupakan salah satu bentuk diskusi ilmiah yang membahas suatu masalah. Masalah dalam seminar mempunyai ruang lingkup yang terbatas dan tertentu. Pembahasan masalah tersebut biasanya disampaikan oleh beberapa ahli. Sementara itu, peserta berperan untuk menyampaikan pertanyaan, ulasan, dan pembahasan sehingga menghasilkan pemahaman tentang suatu masalah. Seminar pada dasarnya sama dengan diskusi, tetapi seminar lebih bersifat formal dan menghadirkan seorang pembicara serta mendiskusikan masalah yang lebih umum.

Masalah yang dibahas dalam seminar mempunyai ruang lingkup yang terbatas dan tertentu. Misalnya seminar tentang penerapan bahasa Indonesia, seminar tentang meningkatkan apresiasi sastra siswa SMA, dan lain-lain.

Masalah-masalah tersebut dibahas dalam suatu seminar sehingga didapat solusi pemecahan dari masalah atau topik yang diseminarkan. Oleh karena itu, peserta seminar terdiri dari orang-orang yang berkecimpung dalam masalah tersebut, sehingga dapat memberikan pandangan dan pendapat yang tepat dalam pemecahan masalah. Tujuan utama seminar harus diakhiri dengan kesimpulan atau keputusan-keputusan baik berupa usul, saran, resolusi maupun rekomendasi.

Suatu seminar yang efektif perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya. Sebagai pedoman dapat diikuti mekanisme berikut.
  1. Penentuan topik dan tujuan;
  2. Penentuan waktu dan tempat; dan
  3. Persiapan fasilitas,
Penyelenggaraan seminar sebaiknya diinformasikan kepada masyarakat atau peserta, terutama mengenai:
  1. Tujuan seminar diselenggarakan;
  2. Tema atau topik yang akan dibahas;
  3. Persyaratan para peserta;
  4. Waktu pendaftaran peserta;
  5. Peserta yang bersedia menjadi pemrasaran.

Berdasarkan informasi tersebut para peserta harus mempersiapkan diri untuk mengikuti seminar dalam rangka partisipasi dan menyukseskan seminar tersebut.

Minggu, 15 April 2012

Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara


Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebgai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karen pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebgai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).

Dengan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945, bertambah pula kedudukan bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis. Dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan-peraturan, dan surat-menyurat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi komunikasi internasional (antarbangsa dan antarnegara), kadang-kadang pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa asing, terutama bahasa inggris. Warga masyarakat pun dalam kegiatan yang berhubungan dengan upacara dan peristiwa kenegaraan harus menggunakan bahasa Indonesia. Untuk melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan dalam pengembangan ketenagaan, baik dalam penerimaan karyawan atau pegawai baru, kenaikan pangkat, maupun pemberian tugas atau jabatan tertentu pada seseorang. Fungsi ini haris diperjelas dalam pelaksanaannya sehingga dapat menambah kewibawaan bahasa Indonesia.

Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja dipakai sebagaik alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat perhubungan formal pemerintah dan kegiatan atau peristiwa formal lainnya. Misalnya, surat-menyurat antarinstansi pemerintah, penataran para pegawai pemerintah, lokakarya masalah pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau pegawai instansi pemerintah. Dengan kata lain, apabila pokok persoalan yang dibicarakan menyangkut masalah nasional dan dala situasi formal, berkecenderungan menggunakan bahsa Indonesia. Apalagi, di antara pelaku komunikasi tersebut terdapat jarak sosial yang cukup jauh, misalnya antara bahawam - atasan, mahasiswa - dosen, kepala dinas - bupati atau walikota, kepala desa - camat, dan sebagainya.

Kebangkita nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, oersuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Selasa, 10 April 2012

Sejarah Bahasa Indonesia (Part 2)


Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K'ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw'enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun'lun (Parnikel, 1977:91), K'un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sansekerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua francia) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.

Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarpekerjaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.

Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu meresap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang bergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).

Peristiwa-peristiwa penting berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia di antaranya :
  1. Pada tahun 1901 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
  2. Pada tahun 1908 pemerintah mendirikan sebuah bada penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan Masyarakat.
  3. Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia.
  4. Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.
  5. Pada tarikh 25-58 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia 1 di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
  6. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
  7. Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
  8. Kongres Bahasa Indonesia 2 di Medan pada tarikh 28 Oktober s.d. 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
  9. Pada tanggal 16 Agustus 1972 H.M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
  10. Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
  11. Kongres Bahasa Indonesia 3 yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
  12. Kongres bahasa Indonesia 4 diselenggarakan di Jakarta pada tarikh 21-26 November 1983. Ia diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal ungkin.
  13. Kongres bahasa Indonesia 5 di Jakarta pada tarikh 28 Oktober s.d. 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pecinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
  14. Kongres bahasa Indonesia 6 di Jakarta pada tarikh 28 Oktober s.d. 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Kore Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
  15. Kongres bahasa Indonesia 7 diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut : - Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakaar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra. - Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
  16. Kongres Bahasa Indonesia 8. Kongres ini diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 14 - 17 Oktober 2003.

Sejarah Bahasa Indonesia (Part 1)


Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu termasuk rumpun bahasa Austronesia yang telah digunakan sebgagai lingua franca di Nusantara sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya.

Selain Melayu Pasar terdapat pula istilah Melayu Tinggi. Pada masa lalu bahasa Melayu Tinggi digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif bahasa Melayu Pasar. Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya. Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu Tinggi, di antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah terlanjur diambil oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia.

Penamaan istilah "Bahasa Melayu" sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.

Awal penamaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang diturunkan di Riau.

Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :

  1. Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak (golongan) lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
  2. Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
  3. Bahasa Melayu Riau dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
  4. Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia adalah Malaysia, Brunei, dan Singapura. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.

Dengan memilih bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan. Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandarisasi (dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.

Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1945 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua francia) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.

Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbagasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.

Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.

Lanjutan : Sejarah Bahasa Indonesia (Part 2)